Pages

Subscribe:

Jumat, 23 November 2012

Cerpen


Mencintai Dalam Diam

Separuh langkahku saat ini
Berjalan tanpa terhenti
Hidupku bagaikan keringnya dunia
Tandus tak ada cinta
Hatiku mencari cinta ini
Sampai ku temukan yang sejati
Walau sampai letih ku kan mencarinya
Seorang yang ku cinta

Kini ku menemukanmu di ujung waktu ku patah hati
Lelah hati menunggu cinta yang selamatkan hidupku
Kini ku tlah bersamamu berjanji tuk sehidup semati
Sampai akhir sang waktu kita bersama tuk selamanya

Alunan lagu itu sangat ku sukai. Berulang kali aku memutarnya. Tapi perasaanku selalu berkecamuk dan sedih mendengarnya. Kapan ya lagu ini pas buat suasana hatiku? Kapan aku nemuin pangeranku?? Selalu bertanya-tanya sendiri dalam hati. Ya, sampai sekarang aku belum menemukan orang yang bisa mengisi kehampaan dan kekosongan hatiku. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang sudi memikirkan cinta, tapi entah mengapa akhir-akhir ini aku sangat berharap bisa memiliki kekasih seperti teman-temanku lainnya.
Namaku Tami. Aku siswi kelas 1 SMA. Sejak awal masuk SMA, aku merasa tertarik pada mas Reno kakak kelasku. Wajahnya yang berwibawa membuatku memandangnya berbeda dari lelaki lain. Banyak teman-temanku yang juga menyukainya. Tak pernah kuutarakan rasaku pada siapa pun dan sebenarnya aku tak pernah memikirkan dia hingga berharap lebih dengannya. Hanya saja aku merasa sangat bahagia setiap kali berjumpa dengannya. Aku tak tau mengapa.
Kriiiiiiiiiiiinggggggggggggggg………
Pagi itu alarm membangunkanku seperti biasa. Aku tak segera bangun tetapi malah memutar mp3 di handphoneku sebagai sarapan. Musik adalah cinta dan semangatku. Ya, walaupun aku tidak mahir bermain alat musik, setidaknya aku tau dan hafal beberapa lagu baik lagu Indonesia maupun lagu mancanegara. Jam di layar handphoneku menunjukkan pukul 05.30. Aku segera mematikan mp3 dan lekas membereskan tempat tidurku lalu mandi. Setelah berpakaian rapi memakai seragam putih abu-abu, tepat pukul 06.30 aku berangkat ke sekolah menggunakan sepeda motor bersama kakak kelas sekaligus saudaraku, mbak Vida. Jarak rumahku ke sekolah 15 menit. Aku ngobrol dengan mbak Vida sambil berhati-hati mengendarai.
“Eh semalam aku kasih tau Reno kalo kamu naksir dia lho.” Mbak Vida yang membonceng aku membuka percakapan.
Aku membuka kaca helmku setengah terkejut.
“Wah yang bener? Aduh mbak malu-maluin aja deh. Terus dia gimana?” aku penasaran.
“Iya. Ya dia tanya-tanya gitu soal kamu. Aku nggak bilang semua yang kamu ceritain ke aku tentang dia kok. Dia jadi GR gitu deh pokoknya. Tapi dia belum minta nomor handphonemu aku dah tidur duluan.”
“Ah mbak, aku kan malu,”
“Hahahahaa.. Udah deh bersikap seolah nggak ada apa-apa aja. Dia juga udah aku bilangin supaya nggak cari perhatian kalo di depanmu.”
Sesampainya di kelas, teman-temanku sudah berkumpul saling ngobrol sambil menunggu bel masuk. Rupanya aku berangkat kesiangan, karena Sinta, teman sebangkuku sudah datang lebih awal dariku. Padahal biasanya aku yang menyambut kedatangannya.
“Hei, tumben berangkat siang?” sapa Sinta ketika aku duduk di sebelahnya dan menaruh tasku.
“Iya ni, tadi males mau bangun.” Jawabku seadanya.
Teeettttttttttttttttttttttt…….
Bel tanda pelajaran dimulai telah berbunyi. Seperti biasa, aku dan kawan-kawanku mengikuti pelajaran sampai jam istirahat pertama pun tiba. Guru sosiologi keluar kelas mempersilakan kami untuk beristirahat.
“Nggalau yuk..” ajakku pada Sinta yang sedang asik bermain handphone. Dia memang nekat membawa handphone walaupun peraturan di sekolah melarang.
Tanpa banyak bicara, aku dan sahabatku itu duduk di lantai kolong meja dan memutar mp3 kesukaan kami. Sambil menikmati alunan lagu, aku berbicara sesuatu dengannya.
“Sin, gimana hubunganmu sama Anwar?” tanyaku basa-basi.
“Baik kok. Kemarin aja pulang sekolah aku ketemu dulu sama dia. Ngobrol banyak gitu deh sekalian aku suruh ngajarin matematika.” ujar Sinta sumringah.
“Kayaknya enak ya kalo punya pacar. Bisa tambah semangat gitu kamu. Coba aja aku punya..” aku menunduk setengah bersedih.
“Hehee, makanya cari dong. Jangan jual mahal sama cowok.”
“Hmm pengen sih, tapi menurutku semua cowok tu nggak ada yang bener. Kalo sama cewek cuma mentingin kesenangannya sendiri. Maunya dingertiin terus tapi nggak mau mengerti ceweknya.” tuturku kesal mengingat semua laki-laki yang pernah dekat denganku tidak pernah ada yang serius.
“Ya nggak semuanya gitu kali. Kamu nyoba-nyoba dulu aja, nggak usah serius. Kita kan masih muda, waktunya milih-milih dulu. Kalo mau milih tu besok aja kalo udah mau nikah. Hahaha.. Eh Far, kenapa kamu nggak sama Aldi aja sih? Dia kayaknya cocok lho sama kamu. Lagian kalian kan udah lama deket.”
“Heuuh! Udah ah nggak usah ngomongin dia lagi. Dia tu sama aja kayak cowok lain. Kemarin aku dikasih tau mbak Vida, kalo Aldi belum lama ini nembak temennya tapi ditolak. Kecewa berat deh sama dia. Mulutnya aja manis, bilangnya nggak deket sama cewek lain selain aku, nggak taunya buaya juga tu orang!” jelasku sebal.
“Hah yang bener aja? Emm..Tenang Far, cari kenalan baru aja. Kamu mau yang gimana?”
“He’em. Simple aja sih, tapi pengennya yang satu sekolah, trus kakak kelas. Hee…” ujarku malu-malu.
“Wah kayaknya ada yang inceran nih.” Sinta melirikku menyelidik “Pasti Reno kan? Yang mau dikenalin mbak Vida? Hayo ngaku...Huu kamu sih dulu pake acara malu segala pas mau dikenalin.”
Aku mengangguk pelan.
“Jadi beneran nih kamu suka sama dia?”
“Mungkin..Ah nggak tau deh.” jawabku sambil tersenyum dan salah tingkah.
☺☺☺
Bulan menghiasi langit didampingi bintang-bintang cantik yang membuat suasana malam itu sangat istimewa. Namun tak seistimewa hari-hariku yang selalu kesepian. Sekalipun aku berada di tengah ramainya adik-adikku yang sedang bermain, tetap saja dalam hatiku masih hampa. Aku memilih duduk di teras rumah seorang diri memandangi langit nan indah. Tiba-tiba saja aku teringat pada mas Reno. Entah mengapa aku sangat berharap bisa selalu dekat dengannya. Parasnya yang tampan selalu membayangi malam-malamku sampai sering terbawa mimpi. Secara fisik mas Reno memang masuk kriteriaku. Selain tampan, ia juga tinggi dan berwibawa.
Hari-hariku berjalan seperti biasa tanpa ada yang istimewa. Monoton. Tak ada yang berbeda. Sering aku merasa bosan dan muak dengan duniaku. Aku iri dengan teman-temanku yang selalu berwarna hari-harinya karena ditemani seorang kekasih. Apa aku tidak layak mencintai dan dicintai? Entahlah! Aku tak mau ambil pusing. Aku menggumam dalam hati.
☺☺☺
            Hari berganti lagi. Seperti biasa aku melakukan kegiatan di sekolah. Jam istirahat kedua pun tiba.
“Kenapa ya Sin aku nggak punya pacar?” keluhku pada Sinta yang sedang memakan jajanannya dari kantin tadi. Dia tertawa mendengar pertanyaanku sambil tetap duduk di sebelahku.
“Halah kamunya aja yang nggak mau. Kamu tu dideketin cowok-cowok malah disia-siain. Nyesel kan sekarang? Aku jadi kasian sama Berry, Dendi dan Hafiz yang pernah kamu kasih harapan terus kamu buang mereka gitu aja. Jangan salahin mereka dong kalo berpaling cari cewek lain. Toh kamu yang diharapin aja malah kayak gitu kan.”
            Aku terdiam mendengar ucapan Sinta. Mungkin dia benar. Aku yang salah karena selalu menyia-nyiakan mereka yang mendekatiku dan lebih memilih bertahan dengan perasaanku terhadap mas Reno. Sangat lucu memang, karena aku menyukai orang yang tidak kukenal pribadinya. Tapi ini di luar kendali diriku. Perasaanku ada begitu saja dan tak mau hilang.
            “Ngelamunin apa kamu?” Sinta membuyarkan lamunanku.
“Eh, Sin, aku tiga malam mimpiin mas Reno terus. Padahal aku nggak mikirin dia.”
“Ah nggak mungkin kalo nggak mikir terus kebawa mimpi. Udah deh nggak usah bohong. Kamu berharap mas Reno SMS kamu dan bisa deket sama dia kan? Ketahuan nih kamu. Hahah”
“Ah udah lah Sin, aku bukan siapa-siapa. Mungkin rasaku ini akan hilang dan memang itu harapanku” aku berusaha menghibur diri “Biarkan aku mengaguminya seperti penggemar yang ngefans berat sama idolanya. Aku nggak akan berharap lebih kok.”
“Kalo jodoh nggak akan ke mana kok Far, santai aja!” ucap Sinta menepuk bahuku.
            Aku tersenyum mendengar ucapan Sinta. Meskipun aku masih sulit untuk mengartikan semua ini, aku percaya segala sesuatunya telah dipersiapkan Tuhan. Kalau memang Tuhan mengizinkan aku berjodoh dengan mas Reno, pasti akan didekatkan dan kalau pun tidak pasti Tuhan memberi yang terbaik untukku. Sudahlah! Banyak hal lain yang harus kupikirkan dan jauh lebih penting dari hal bodoh ini. Umpatku dalam hati.
☺☺☺
Kujalani hari-hariku dengan sepenuh hati. Mungkin akan meringankan langkahku ke masa indah dikemudian hari. Kubiarkan rasaku pada mas Reno tetap mengalir, tak berusaha kuhilangkan. Biarkan semua berjalan sebagaimana mestinya. Selama aku masih bisa melihat mas Reno, aku akan sangat merasa bersyukur karena Tuhan mengizinkanku untuk melihat ciptaan-Nya yang begitu indah. Entah apa yang Tuhan rencanakan untukku, aku hanya bisa berdoa dan mohon jawaban dari-Nya.

Aku terlanjur, ku terlanjur sayang
Menyayangimu
Sayang mengapa
Bukan hanya aku yang merindukanmu
Selalu.. terbagi..
Mungkin kau bukan yang bisa kumiliki
Selamanya
Mungkin kau hanya menjadi mimpi
Selamanya
Aku sendiri, kusendiri lagi dan memikirkanmu
Mungkin saja kau bukan, bukanlah yang kutunggu
Selama ini dihati.. dijiwa..

Alunan lagu ini yang memang pas untukku dan lagu ini untuk pemilik hatiku, mas Reno. Biarkan aku menikmati rasanya mengagumi, menyayangi bahkan mungkin mencintai dalam diamku ini. 

*Tugas membuat cerpen kelas X*

0 komentar:

Posting Komentar